Source: static.independent.co.uk |
Cinta, indah dan menghayutkan,
terkadang menyedihkan atau bahkan semua rasa itu tumbuh menjadi satu. Kenapa kita mempertaruhkan
diri kita kedalam ke dalam pergumulan emosi yang rumit ini ? Apakah cinta membuat
hidup kita lebih bermakna? Menjadi pelarian dari rasa sepi dan derita? menjadi pelampiasan hasrat
seksual? Atau hal yang natural bagi kita sebagai spesies untuk memiliki
keturunan?
Apabila Cinta memiliki suatu
tujuan? Baik ilmuan biologi atau psikolog belum mendapatkan alasan-alasan yang
meyakinkan. Akan tetapi, selama ratusan tahun peradaban manusia, para filsuf
memiliki pemahama yang menarik dan mendalam.
Cinta membuat kita utuh kembali. Hal
ini diutarakan oleh Plato pada masa Yunani Kuno. Plato menjelaskan bahwa kita
mencintai seseorang agar kita menjadi diri kita yang seutuhnya. Bahkan pada
masanya, ada sebuah kisah mitologi yang menceritakan bahwa manusia pernah diciptakan
memiliki empat tangan, empat kaki, dan dua wajah. Suatu hari manusia marah pada
dewa Zeus akan hal itu, sehingga setelahnya, Zeus membelah manusia menjadi dua
bagian. Sejak saat itu, manusia yang kehilangan separuh dirinya akan mencari
separuh dirinya yang lain untuk membuat dirinya kembali menjadi manusia yang
utuh. Sekiranya itulah filosofi cinta Yunani beberapa abad yang lampau. Itulah yang disebut dengan Platonic Love.
Source: www.mozaico.com |
Beberapa abad setelahnya, Filsuf
Jerman Arthur Schopenhauer berteori bahwa cinta berasal dari hasrat seksual.
Dia menyatakan bahwa alasan kita mencintai seseorang karena adannya hasrat untuk
mempercayai bahwa orang lain yang kita cintai akan membuat kita bahagia adalah
tidak sepenuhnya benar. Akan tetapi. Hasrat natural dan alamiah yang justru memanipulasi
kita agar kita bisa berkembang biak. Cinta yang kita cari itu kemudian
terefleksi ada pada diri anak-anak buah hubungan dua manusia. Ketika hasrat
seksual kita terpuaskan, kita terlempar kembali pada kehampaan dan kita hanya
sebatas berhasil melestarikan diri kita sebagai sebuah spesies.
Cinta adalah pelarian dari rasa
sepi, hal itu adalah pendapat peraih Hadiah Nobel asal Inggris Bertrand
Russell, tujuan kita mencintai adalah untuk memenuhi hasrat fisik dan
psikologis. Manusia didesain untuk menghasilkan keturunan, akan tetapi, tanpa
dorongan semangat yang bersifat adiktif, proses berketurunan tidak akan
memuaskan dan proses tersebut akan terhenti sepenuhnya.
Terlepas dai itu semua, rasa takut kita terhadap
kehampaan mendorong kita untuk membuat tembok pelindung yang kuat untuk
melindungi dan mengisolasi diri kita. Keindahan cinta, keintiman, kedekatan,
dan kehangatan menolong kita untuk menghadapi berbagai rasa takut yang muncul
dari luar, keluar dari tembok kesepian dan hidup seutuhnya sebagai seorang
insan. Rasa tersebut rasa terbaik yang pernah ada dalam kehidupan.
Source: quotes.lifehack.org |
Sidhartha Gautama, sang Buddha
menyatakan bahwa kita mencintai karena kita mencoba memberikan kepuasan atas
hasrat yang paling mendasar dalam diri manusia. Akan tetapi, cinta itu sendiri
adalah merupakan salah satu sumber dari dosa dan penderitaan. Sehingga, Buddha mengajarkan
kepada manusia untuk bisa mengontrol hawa nafsu tersebut sehingga manusa bisa
berjalan menuju Nirwana.
Dalam Islam, Menikah, berpuasa,
dan menjauhi zina adalah cara-cara yang harus ditempuh oleh seorang muslim
sehingga tidak terjebak dalam hawa nafsu dan bisa mengontrol rasa cinta
terhadap lawan jenis. Merubah hasrat tersebut menjadi rasa damai, suci,
bijaksana, dan rasa kasih sayang dalam balutan Ibadah kepada Sang Pencipta.
Novelis Tiongkok kuno Cao Xueqin
menggambarkan cinta dalam sebuah novel klasik yang menjadi salah satu karya
satra terbesar yang pernah dihasilkan oleh peradaban tersebut. Novel klasik
tersebut berjudul “Dream of The Red Chamber”. Pada suatu fase di dalam cerita
novel tersebut, Jia Rui, tokoh dalam novel tersebut jatuh cinta kepada Xi-Feng
yang sebenarnya membohongi pria itu. Kemudian, seorang Taoist memberinya cermin ajaib pada Jia Rui yang
dapat menyembuhkan rasa sakit yang ada pada dirinya. selama dia tidak melihat
ke bagian depan cermin, rasa sakit hati itu hilang, Tapi, suatu hari dia
tergoda untuk melihat sisi depan cermin tersebut, kemudian dia melihat Xi-Feng.
Yang terjadi, jiwa Jia Rui masuk ke dalam cermin tersebut dan kemudian
menghilang.
Source: media.npr.org |
Cinta jauh lebih indah dari yang
dibayangkan, hal itu pun tak hanya melulu hawa nafsu dan kebutuhan biologis
manusia. Untuk memperindah itu semua, Filsuf Perancis Simone de Beauvoir
menyatakan bahwa cinta adalah hasrat untuk bersatu dengan orang yang kita
sayangi dan hal tersebut memberikan makna pada hidup. Simone de Beauvoir tidak
berfokus kepada alasan kenapa kita mencintai, melainkan berfokus pada bagaimana
kita bisa mencintai dengan lebih baik. Dia mendasari hal tersebut dari
permasalahan cinta romantis tradisional dimana manusia merasa begitu terjebak
dengan perasaaan tersebut, meresa ketergantungan dan menjadikan itu
satu-satunya alasan untuk hidup di dunia. Rasa ketergantungan terhadap orang
yang kita cintai dan menjadikan orang yang dikasihi sebagai alasan kita hidup
akan membuat hidup menjadi membosankan dan membawa rasa frustasi. Untuk
mengatasi permasalahan ini, Beauvoir mengajarkan untuk mencintai secara sewajarnya.
Cinta yang menjadikan hubungan seperti hubungan persahabatan, saling mendukung
satu sama lain, saling menemukan arti hidup, dan saling memperkaya makna hidup
di dunia antara satu dengan lainnya.
Cinta begitu kompleks, sehingga
banyak definisi-difinisi yang menggambarkan itu semua. Terkadang kita
kehilangan diri kita, menemukan diri kita, terkadang patah hati, atau menjadi
hal terbaik di dunia yang pernah ada. Semua kembali kepada diri masing-masing
manusia untuk menemukan makna yang sesungguhnya.
Source: Ted-Ed
No comments:
Post a Comment