Konflik di Timur Tengah yang
berkepanjangan sejak Perang Dunia II hingga Perang Sipil di Suriah tentu menimbulkan
pertanyaan kenapa konflik-konflik tersebut terus terjadi dari satu Negara ke Negara
lainnya di Timur Tengah. Dalih membela Demokrasi dan HAM menjadi alasan Negara-negara
Barat (Amerika Serikat dan Negara Sekutunya) terus menginvasi Timur Tengah.
Namun, apakah pantas apabila Demokrasi dan HAM yang dijunjung tinggi tersebut
dibela dengan Senapan, Tank dan Pesawat Tempur ? Tentu ada alasan lain dibalik
alasan Demokrasi dan HAM. Proyek Pembangunan Israel Raya dan penguasaan Energi
Fosil kini seolah menjadi alasan yang tidak bisa lagi ditutupi oleh Amerika
Serikat dan Negara Sekutunya. Namun, kenapa Rakyat Amerika Serikat atau Negara-negara
Barat lainnya seolah bungkam terhadap aksi Invasi tersebut ? lalu kenapa publik
selalu memberikan dukungan atas aksi tersebut ?
Pemerintahan Amerika Serikat dan Negara-Negara
Sekutunya secara garis besar menggunakan 3 teknik agar mereka mendapat
dukungan dari publik untuk menyerang atau menginvasi Negara lain terutama Negara-negara
Timur-Tengah saat ini seperti Afganistan, Irak, Libya, dan Suriah.
1. False Flag
Membuat kesan
bahwa pihak Agresor sedang melakukan aksi pembelaan diri terhadap Negara mereka
sendiri dan atau membela Negara yang sedang dalam bahaya. Cara seperti ini
ditempuh dimana Negara Agresor merekayasa serangan terhadap negara mereka
sendiri (False Flag) atau negara lain kemudian menyalahkan pihak/Negara yang
hendak mereka Invasi. Cara seperti ini
efektif bagi Pemerintah dalam meraih dukungan publik untuk menyerang Negara yang
akan mereka invasi. Kejadian 11 September 2011 yang ditengarai sebagai kejadian
False Flag menjadi awal invasi terhadap Afganistan dan Iraq
dimana Amerika menuduh pihak Al Qaeda di Afganistan sebagai pelaku 11 September
2011 kemudian berlanjut ke invasi Iraq dimana ketika itu Saddam Hussein dituduh memiliki
senjata pemusnah massal yang membahayakan Negara lain namun sama sekali tidak
terbukti. Kedua Negara tersebut kini hancur dan menjadi Negara boneka Amerika
Serikat.
2. Ideologi
Perang Suci (Crusade War Mythology)
Teknik seperti
ini dibuat ketika suatu Negara menginvasi Negara lain dengan dalih menyebarkan
agama, ataupun ideologi. Dalih penyebaran agama terjadi saat periode Perang
Salib sampai sebelum Perang Dunia I. Namun setelah itu, penyebaran ideologi
Demokrasi atau pembelaan HAM menjadi motif yang paling
sering muncul. Irak, Libya dan Suriah menjadi contoh Negara korban invasi
dengan menggunakan cara seperti ini, dimana Amerika Serikat dan Negara sekutunya
menganggap bahwa pemerintahan di ketiga Negara tersebut tidak menjalankan
proses Demokrasi dan banyak melanggar HAM.
3.
De-Humanize
The Enemy
Courtessy: www.bbc.co.uk
Konflik Timur Tengah: Pembenaran Demi Tegaknya "Demokrasi dan HAM" |
De-Humanize The Enemy memiliki maksud
bahwa Negara yang diinvasi adalah Negara yang digambarkan sebagai negara barbar,
tidak berperikemanusiaan atau memiliki paham radikalisme. Metode ini muncul
ketika public dan prajurit mereka mempertanyakan nilai moralitas ketika sebuah invasi
harus dilakukan terhadap suatu negara. Islamophobia, ketakutan publik Amerika
Serikat dan Sekutunya yang didasari oleh tindakan radikalisme oknum yang
mengaku Umat Islam menjadi pembenaran Pemerintah Amerika Serikat dan Sekutunya atas
Invasi ke Negara-negara Timur Tengah
hingga saat ini. Kelompok-kelompok ekstrimis Islam seperti Taliban, Al-Qaeda,
dan ISIS menjadi alasan atas Invasi Amerika Serikat dan Sekutunya ke
Afganistan, Iraq, Libya, meskipun kini terungkap kelompok-kelompok tersebut
didanai dan dibentuk oleh pihak Negara Agresor (Amerika Serikat dan Sekutunya).
Ketiga hal diatas adalah strategi pra-invasi agar publik bisa menerima dan mendukung tindakan-tindakan agresi militer pemerintahan mereka. Hal tersebut juga didukung oleh pemberitaan media-media yang bisa membuat publik semakin menerima kebijakan tersebut sehingga misi dibalik penyebaran Demokrasi dan pembelaan HAM bisa tercapai.
No comments:
Post a Comment