Tuesday, 3 January 2017

Konflik Timur Tengah: Pembenaran Demi Tegaknya "Demokrasi dan HAM"

Courtessy: www.arrahman.com
Konflik Timur Tengah: Pembenaran Demi Tegaknya "Demokrasi dan HAM"
Konflik di Timur Tengah yang berkepanjangan sejak Perang Dunia II hingga Perang Sipil di Suriah tentu menimbulkan pertanyaan kenapa konflik-konflik tersebut terus terjadi dari satu Negara ke Negara lainnya di Timur Tengah. Dalih membela Demokrasi dan HAM menjadi alasan Negara-negara Barat (Amerika Serikat dan Negara Sekutunya) terus menginvasi Timur Tengah. Namun, apakah pantas apabila Demokrasi dan HAM yang dijunjung tinggi tersebut dibela dengan Senapan, Tank dan Pesawat Tempur ? Tentu ada alasan lain dibalik alasan Demokrasi dan HAM. Proyek Pembangunan Israel Raya dan penguasaan Energi Fosil kini seolah menjadi alasan yang tidak bisa lagi ditutupi oleh Amerika Serikat dan Negara Sekutunya. Namun, kenapa Rakyat Amerika Serikat atau Negara-negara Barat lainnya seolah bungkam terhadap aksi Invasi tersebut ? lalu kenapa publik selalu memberikan dukungan atas aksi tersebut ?
Pemerintahan Amerika Serikat dan Negara-Negara Sekutunya secara garis besar menggunakan 3 teknik agar  mereka mendapat dukungan dari publik untuk menyerang atau menginvasi Negara lain terutama Negara-negara Timur-Tengah saat ini seperti Afganistan, Irak, Libya, dan Suriah.

1. False Flag

Courtessy: www.dailymail.co.uk
Konflik Timur Tengah: Pembenaran Demi Tegaknya "Demokrasi dan HAM"
Membuat kesan bahwa pihak Agresor sedang melakukan aksi pembelaan diri terhadap Negara mereka sendiri dan atau membela Negara yang sedang dalam bahaya. Cara seperti ini ditempuh dimana Negara Agresor merekayasa serangan terhadap negara mereka sendiri (False Flag) atau negara lain kemudian menyalahkan pihak/Negara yang hendak mereka Invasi. Cara seperti ini efektif bagi Pemerintah dalam meraih dukungan publik untuk menyerang Negara yang akan mereka invasi. Kejadian 11 September 2011 yang ditengarai sebagai kejadian False Flag menjadi awal  invasi terhadap Afganistan dan Iraq dimana Amerika menuduh pihak Al Qaeda di Afganistan sebagai pelaku 11 September 2011 kemudian berlanjut ke invasi Iraq dimana ketika itu Saddam Hussein dituduh memiliki senjata pemusnah massal yang membahayakan Negara lain namun sama sekali tidak terbukti. Kedua Negara tersebut kini hancur dan menjadi Negara boneka Amerika Serikat.   

2. Ideologi Perang Suci (Crusade War Mythology)
Courtessy: www.dailymail.co.uk
Konflik Timur Tengah: Pembenaran Demi Tegaknya "Demokrasi dan HAM"
Teknik seperti ini dibuat ketika suatu Negara menginvasi Negara lain dengan dalih menyebarkan agama, ataupun ideologi. Dalih penyebaran agama terjadi saat periode Perang Salib sampai sebelum Perang Dunia I. Namun setelah itu, penyebaran ideologi Demokrasi atau pembelaan HAM menjadi motif yang paling sering muncul. Irak, Libya dan Suriah menjadi contoh Negara korban invasi dengan menggunakan cara seperti ini, dimana Amerika Serikat dan Negara sekutunya menganggap bahwa pemerintahan di ketiga Negara tersebut tidak menjalankan proses Demokrasi dan banyak melanggar HAM.

3. De-Humanize The Enemy  
Courtessy: www.bbc.co.uk
Konflik Timur Tengah: Pembenaran Demi Tegaknya "Demokrasi dan HAM"
De-Humanize The Enemy memiliki maksud bahwa Negara yang diinvasi adalah Negara yang digambarkan sebagai negara barbar, tidak berperikemanusiaan atau memiliki paham radikalisme. Metode ini muncul ketika public dan prajurit mereka mempertanyakan nilai moralitas ketika sebuah invasi harus dilakukan terhadap suatu negara. Islamophobia, ketakutan publik Amerika Serikat dan Sekutunya yang didasari oleh tindakan radikalisme oknum yang mengaku Umat Islam menjadi pembenaran Pemerintah Amerika Serikat dan Sekutunya atas  Invasi ke Negara-negara Timur Tengah hingga saat ini. Kelompok-kelompok ekstrimis Islam seperti Taliban, Al-Qaeda, dan ISIS menjadi alasan atas Invasi Amerika Serikat dan Sekutunya ke Afganistan, Iraq, Libya, meskipun kini terungkap kelompok-kelompok tersebut didanai dan dibentuk oleh pihak Negara Agresor (Amerika Serikat dan Sekutunya).
Ketiga hal diatas adalah strategi pra-invasi agar publik bisa menerima dan mendukung tindakan-tindakan agresi militer pemerintahan mereka. Hal tersebut juga didukung oleh pemberitaan media-media yang bisa membuat publik semakin menerima kebijakan tersebut sehingga misi dibalik penyebaran Demokrasi dan pembelaan HAM bisa tercapai.

No comments:

Post a Comment